Ngelmu.co – Sosial media tengah diramaikan atas kemunculan film lama berjudul “Para Perintis Kemerdekaan”. Film tersebut merupakan film Indonesia yang dirilis pada tahun 1977, yang disutradarai oleh Asrul Sani.
Seperti Dejavu
Dalam film tersebut, seolah menggambarkan apa yang terjadi pada saat ini. Di mana yang kita tahu, masjid-masjid di setiap daerah akan diwasi oleh aparat, tujuannya tak lain agar tidak ada ulama yang menyebarkan ujaran kebencian. Memang terdengar berlebihan.
Dalam film berdurasi 2:03:26 (dua jam, tiga menit, dua puluh enam detik) yang diunggah oleh mpu tong bajil ini, memperlihatkan bagaimana ulama pada masa penjajahan yang berkiblat pada penguasa.
Simbiosis mutualisme antara dua ulama dan penguasa dalam hubungannya. Ulama akan meracuni umat dengan ajaran yang mengikuti kebijakan penguasa, atas dukungan ulama itu penguasa akan melakukan apapun agar si ualam tetap menjadi rujukan.
Jika ada ulama yang menyaingi ulama pengusa, maka akan ditangkap bahkan diasingkan. Seolah benar-benar menggambarkan apa yang terjadi pada saat ini. Seperti sinopsis yang ditulis oleh pemilik channel YouTube, penangkapan Haji Jalaluddin saat berkhotbah masih membekas di hati Hamid dan Halimah, para pengikutnya.
Halimah merupakan istri yang disia-siakan suaminya lebih pro terhadap Belanda. Sedangkan Hamid, ia adalah anak saudagar kaya yang jatuh miskin dan meninggal setelah dicap sebagai pemberontak. Ia dibawa oleh ibunya ke Padang Panjang dan bertemu dengan kawan lamanya, Fakhrudin dan Zainudin.
Mereka memiliki pemikiran yang berbeda, dimana Hamid dan Fakhrudin lebih dekat pada pemikiran gurunya, sementara berbanding terbalik dengan Zainudin yang lebih radikal. Ia mengorganisir pemberontakan dan sia-sia. Hamid dan kawan-kawannya harus memperjuangkan nasib Halimah, hingga berhasil.
Belanda terus main tangkap. Hamid, yang kecewa oleh perkawinan Zainab dengan orang lain, berlayar menuju Mekah. Tinggal Halimah yang terus mengorganisir perjuangan, tapi tak luput dari tangkapan Belanda.
Tanggapan dari Warganet
Dan, film tersebut pun mendapatkan tanggapan dari warganet. Banyak yang menyadari bahwa film tersebut memang benar-benar dialami oleh para ulama dan umat Islam saat ini.
Muhammad Syakur: “Dan sekarang, kita mengalami seperti yang ulama alami, mau khotbah aja diatur-atur oleh penjajah. Sekarang mau khotbah diatur-atur oleh…”
Anggun 4654: “20:00 ketika mengatakan yang sebenarnya malah disalahkan. Sama kayak kejadian sekarang. Miris.”
Eky Van Persie: “Persis seperti keadaan Indonesia saat ini.”
Amira Zahra: “Sejarah akan terulang, persis di zaman sekarang. Insya Allah sebentar lagi merdeka. Allahu Akbar!”
Hussein Al Mujahid: “Sangat-sangat mirip dengan saat ini. Rezim zholim keduniawian yang takut kekuasaan dan syahwat kepentingannya terjungkal. Sedang heboh-hebihnya meng-kriminalisasi para ulama yang lurus, pecinta syariah dan Islam kaaffah.”
Perlu diketahui, film yang dibintangi oleh Mansyur Syahdan dan Cok Simbara ini dinominasikan sebagai fil terbaik dalam Festival Film Indonesia pada tahun 1980.
Berikut video-nya untuk disaksikan lebih lanjut:
https://www.youtube.com/watch?feature=share&v=tEbDa-EWtAo&app=desktop