Ngelmu.co – Ketua DPP PDIP Puan Maharani, menyatakan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode, melanggar Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Namun, ia membantah pernyataan Wakil Ketua Tim Koordinasi Relawan Pemenangan Pilpres (TKRPP) PDIP, Adian Napitupulu.
Puan mengatakan bahwa Joko Widodo (Jokowi), tidak pernah meminta kepada Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri terkait tiga periode masa jabatan presiden.
“Enggak, enggak pernah setahu saya. Enggak pernah beliau meminta untuk perpanjangan tiga periode.”
Demikian pernyataan Puan di Kantor Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jakarta Pusat, Rabu (25/10/2023).
Ketua DPR RI itu juga menyampaikan bahwa masa jabatan presiden RI, sudah diatur; maksimal dua periode.
Konstitusi tidak mengatur tiga periode, ataupun perpanjangan masa jabatan presiden selama tiga tahun.
“Kalau kemudian ada perpanjangan, itu mekanismenya dari mana, kemudian seperti apa?”
“Waktu itu ‘kan tidak ada mekanisme yang kemudian memungkinkan untuk kita melakukan perpanjangan atau melakukan tiga periode,” kata Puan.
Sementara Adian, sebelumnya mengungkapkan awal masalah antara Jokowi dan PDIP–khususnya Megawati–yang membuat hubungan keduanya merenggang.
Menurutnya, permasalahan tersebut bermula dari penolakan PDIP terhadap permintaan Jokowi untuk memperpanjang periode masa jabatan.
“Ketika kemudian ada permintaan tiga periode, kita tolak,” tutur Adian saat hadir dalam acara Catatan Demokrasi tvOne, Selasa (24/10/2023).
“Ini masalah konstitusi, ini masalah bangsa, ini masalah rakyat, yang harus kita tidak bisa setujui,” sambungnya.
Adian bilang, PDIP menolak perpanjangan masa jabatan presiden, karena hal tersebut melanggar konstitusi.
Sebab, dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 berbunyi:
“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.”
“Kemudian, ada pihak yang marah, ya, terserah mereka, yang jelas kita bertahan untuk menjaga konstitusi,” kata Adian.
“Menjaga konstitusi adalah menjaga republik ini, menjaga konstitusi adalah menjaga bangsa dan rakyat kita,” imbuhnya.
Baca juga:
Kembali ke Puan yang juga tidak mau mengungkapkan alasan Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, ikut rapat bersama Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Saat ditanya soal isu yang menyebut Pramono akan mundur dari Kabinet Indonesia Maju, ia menyampaikan jika persoalan kabinet merupakan hak prerogatif Jokowi.
“Bukannya mundur, menteri itu adalah orang yang membantu presiden,” kata Puan.
“Jadi yang mempunyai hak prerogatif untuk mengangkat atau memberhentikan para menteri itu adalah presiden,” sambungnya.
Menurut Puan, Pramono tidak memiliki salah dalam pemerintahan Jokowi saat menjabat sebagai Seskab.
Pramono menjabat sejak 2015, menggantikan Andi Widjajanto.
Puan juga menganggap, tidak ada urusan bagi mantan sekretaris jenderal PDIP itu untuk mundur dari Kabinet Indonesia Maju.
“Mas Pram ‘kan enggak punya salah, menteri-menteri yang lain juga enggak ada salahnya, tuh.”
“Kecuali Presiden kemudian sudah tidak memercayai Mas Pramono lagi, ya, baru Presiden akan menyampaikan hal tersebut ke Mas Pram,” ujar Puan.
“Jadi, ya, kenapa tiba-tiba harus seperti itu [mundur dari kabinet]? ‘Kan enggak ada dasarnya,” lanjutnya heran.
Sebelumnya, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, meyakini jika PDIP akan mengevaluasi keberadaan kadernya di kabinet pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Ini sebagai respons atas manuver politik anak sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka yang memutuskan untuk menjadi cawapres pendamping Prabowo.
Ray memperkirakan, kader PDIP yang akan ditarik adalah Pramono Anung yang kini menjabat Seskab.
Pasalnya, mantan Sekjen PDIP itu awalnya ditempatkan di pos tersebut untuk menjembatani komunikasi Jokowi dan PDIP.
Namun, dengan meningkatnya ketegangan antara Jokowi dan PDIP seperti saat ini, di mata Ray, tentu keberadaan Pramono di posisi itu tidak lagi dibutuhkan.
Selain itu, PDIP bisa menggunakan alasan bahwa Pramono akan dilibatkan dalam kampanye, sehingga tidak efektif jika masih menjabat sebagai Seskab.