Ngelmu.co – Mohammad Sulaiman merupakan salah satu dari sekitar 180 Muslim di timur laut Delhi, India, yang menjalankan salat Jumat (28/2), di atap masjid pasca pembakaran.
Tak Ada yang bisa Menghentikan Kami
“Walaupun mereka membakar masjid kami, kami akan tetap beribadah, meski dalam puingnya. Kami akan kembali membangunnya,” tutur Sulaiman, seperti dilansir The Associated Press, Jumat (28/2).
“Kami berdoa. Ini hak agama kami, dan tak ada yang bisa menghentikan kami untuk terus menjalankan agama kami,” imbuhnya.
Saat para jemaah hendak menuju masjid, nampak polisi berjaga di wilayah tersebut—salah satu jalan yang menjadi lokasi kerusuhan—tetapi umat Hindu garis keras terdengar meneriakkan, ‘Jai Shri Ram’ (Dewa Hindu).
Dilaporkan, sebagian besar keluarga Muslim, telah mengunci rumah mereka dan meninggalkan daerah kerusuhan itu.
Ketegangan antara umat Hindu garis keras dengan umat Muslim yang memprotes kebijakan pemerintah Hindu Perdana Menteri, Narendra Modi, telah terjadi selama beberapa bulan lalu.
Namun, kericuhan meledak pada Ahad (23/2) malam, atau tepatnya saat kunjungan kenegaraan pertama Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, ke India.
Baca Juga: Tegas, Erdogan Mengecam ‘Pembantaian’ Muslim di India
Sebelumnya, Pemimpin Partai Bharatiya, Janata Modi, kehilangan kursinya di majelis negara bagian Delhi, dalam pemilihan baru-baru ini.
Kapil Mishra menuntut polisi, untuk membubarkan aksi protes yang dipimpin umat Muslim di kota.
Atau jika tidak, ia dan pengikutnya sendiri yang akan melakukan hal itu. Sampai akhirnya, mereka benar-benar menjalankan ancaman tersebut.
40 Orang Meninggal Dunia
Bentrokan pun terjadi, umat Hindu garis keras menyerang umat Muslim, dengan berbagai senjata yang dibawa, baik pedang, batang logam, hingga kapak.
Kericuhan berlangsung selama tiga hari, dan menewaskan sedikitnya 40 orang, sementara ratusan orang lainnya terluka.
Pengesahan undang-undang amandemen kewarganegaraan, yang terjadi pada bulan Desember lalu, menjadi penyebabnya.
Pasalnya, undang-undang tersebut mempercepat jalur naturalisasi untuk beberapa agama minoritas dari negara-negara tetangga, kecuali Muslim.
Peraturan itu, sebelumnya juga telah memicu aksi protes besar-besaran di seluruh India, hingga menewaskan 23 orang.
Tetapi jumlah korban tewas pada kerusuhan kali ini, menjadi kekerasan bermotif agama terburuk di Delhi, sejak 1984.
Kala itu, Perdana Menteri, Indira Gandhi terbunuh oleh pengawalnya sendiri yang merupakan pengikut Sikh.
Peristiwa berdarah tersebut memicu gelombang kerusuhan, hingga mengakibatkan kematian lebih dari 3.000 orang Sikh di Ibu Kota, dan lebih dari 8.000 jika dihitung secara nasional.
Sementara pada tahun 1992, puluhan ribu ekstremis Hindu, juga merobohkan sebuah masjid abad ke-16, di India utara.
Mereka mengklaim bahwa, masjid itu berdiri di tempat kelahiran Ram, dan menewaskan hampir 2.000 orang, di seluruh negeri, karena kerusuhan tak dapat dihindarkan.
Kericuhan kembali terjadi secara besar-besaran antara umat Hindu dan Muslim, di Delhi, pada 2014 lalu.
Tepatnya, beberapa bulan setelah partai Narendra Modi berkuasa, di lingkungan yang sebagian besar miskin, di dekat tempat kerusuhan yang terjadi pekan ini terjadi.