Ngelmu.co – Warganet mengapresiasi keberanian kanal berita tirto.id, kupas tuntas grup WhatsApp STM yang viral beberapa waktu lalu. Melalui artikel berjudul ‘Buzzer dan Polisi dalam Pusaran Grup Whatsapp STM’, Tirto menjelaskan secara rinci, bagaimana duduk persoalan tersebut.
Awal Grup WhatsApp STM Viral
Berawal dari seorang pria bernama Eko Kuntadhi yang melabelkan dirinya sebagai rakyat biasa, menghapus cuitannya di media sosial Twitter, tentang demo pelajar STM, 30 september lalu.
“Anak-anak ditipu bandar. Digiring ke penjagalan untuk membakar Jakarta. Diperhadapkan dengan polisi. Mereka memang biad*b!” tulisnya.
Keputusan Eko menghapus twitnya itu, karena ia meragukan kebenaran informasi yang baru saja ia bagikan ke khalayak ramai.
“Jangan terlalu dibesar-besarkan permasalahan ini. Saya hapus bukan karena salah, tapi belum tahu kebenarannya. Di medsos biasa aja, jangan satu merasa suci. Jadi biasa aja,” tutur Eko kepada Tirto, Selasa (1/10) malam.
Begitupun yang dilakukan oleh akun @OneMurtadha. Ia memposting hal serupa, dan kemudian juga menghapusnya.
“Twitter, please do your magic. Dicari bohir yang janjiin duit buat anak STM yang ikut demo. Anak-anak itu kini terlunta-lunta dengan kanc*t basah gak punya ongkos pulang,” tulisnya.
Bersama cuitan tersebut, ia juga menyertakan beberapa hasil tangkapan layar grup WhatsApp STM yang sama, dengan apa yang diunggah oleh Eko.
Kedua pihak ini memang kerap dituding oleh warganet, sebagai buzzer-nya pemerintah. Namun, Eko mengaku tidak peduli.
“Kalau ada yang bilang saya buzzer pemerintah, ya biar saja. Tapi saya adalah buzzer untuk diri saya sendiri,” ujarnya.
Tetapi yang menjadi kunci penting dari unggahan keduanya adalah hasil tangkapan layar percakapan grup WhatsApp STM, yang sempat di-abadikan oleh warganet, sebelum akhirnya dihapus.
Jadi Kontroversi, Tirto Kupas Tuntas Grup WhatsApp STM
Karena di sana tercantum sejumlah nomor telepon para anggota grup, yang kemudian dicurigai sebagai nomor milik oknum polisi.
“Ini buzzer istana gobl*knya kebangetan. No di bawah kalau dicek pake Truecaller, keluar nama plokis semua,” ungkap akun Grimaldy Sinaga, dengan lampiran cuitan Murtadha One.
Menggunakan dua aplikasi, yakni True Caller dan getcontact, Tirto pun mencari tahu kebenaran hal yang diungkap Grimaldy.
Cara kerja aplikasi tersebut adalah mengumpulkan nomor telepon berdasarkan nama yang disimpan para pengguna aplikasi. Hasil pengecekannya sebagai berikut:
Nomor ponsel 081310499xxx, diuji dengan True Caller, muncul nama “Let Ilham Agis Polda Metro”, sementara di aplikasi Getcontact, muncul dengan nama “Bang Agis Rena Polda”.
Nomor tersebut merupakan salah anggota grup “Anak STM Kim*k Bacot”, dan sempat mengirimkan pesan, “Woy pada di mana gua naek gojek uangnya kurang ni”.
Tetapi saat Tirto mencoba menghubungi, nomor tersebut tidak aktif.
Selanjutnya untuk nomor 087840438xxx, dalam True Caller bernama “Bripda Eggy Septiadi”, sedangkan di aplikasi Getcontact bernama “Bripda Egi Pusdokkes Ops”, “39 Eggy Dokkes Mabes Polri”, dan “Egy S”.
Dalam percakapan grup itu, Eggy mengatakan “Apalagi gua, keringet semua sampai basah ke kanc*t”.
Kemudian nomor 087887087xxx, dalam aplikasi True Caller bernama “isilop lagi nyamar jadi anak STM”, tetapi dalam aplikasi Getcontact bernama “Daylen”.
Percakapannya di grup STM, nomor itu menggunakan nama “Dell Kur”, dan sempat mengirim pesan, “Ngambil duitnya di mana b*ngsat? Katanya mau dibagiin”.
Respons Salah Satu Anggota WAG
Selain Tirto, tim dari merdeka.com pun berhasil menghubungi salah satu nomor yang masuk dalam grup WhatsApp yang mengatasnamakan anak STM itu, Selasa (1/10) malam.
Ketika disebut namanya, ia langsung menjawab “Siap. Kami mencoba menanyakan situasi di DPR, karena sejak sore demonstran berkumpul dan terjadi bentrok sampai dengan malam”.
Ketika disebut berdinas di salah satu kantor polisi Jakarta pun, pria itu membenarkan.
Sampai akhirnya, dia balik bertanya, “Izin, ini dengan siapa?”.
Setelah tahu dihubungi oleh jurnalis, ia pun langsung menjawab, “Saya tidak bisa kasih keterangan, silakan dengan yang lain”. Telepon pun selesai.
Tirto terus mengusut dalang di balik grup WhatsApp STM hingga tuntas, dan menemukan salah satu nomor atas nama Bamxxxxxxxxxxxxxxgar (BHS), dengan tagihan sebesar Rp 4,8 juta, untuk bulan Oktober 2019.
Namun, pihak Mabes Polri justru mengklaim isu bergabungnya oknum polisi ke dalam grup WhatsApp siswa yang berdemo pada 30 September, sebagai upaya “propaganda”.
“Kami paham betul yang ada di media sosial, sebagian besar adalah anonim. Narasi yang dibangun ialah propaganda,” kata Karopenmas Mabes Polri, Brigjen Pol Dedi Prasetyo, Selasa (1/10).
Tirto Kupas Tuntas Grup WhatsApp STM, Warganet Mengapresiasi
Terlepas dari pernyataan itu, keberanian Tirto menyampaikan informasi secara transparan kepada khalayak ramai, mendapat apresiasi.
Elisa: Polisi kita memang luar biasa. Alih-alih mengungkap kasus yang seperti Tirto lakukan, polisi malah mengejar WA grup STM yang lain. Luar biasa. Gamblang. Vulg*r.
Lidya: Ketika kebenaran terkuak, para pembenci dan pengkhianat bungkam, tapi tetap saja mereka masih berkeliaran bebas menebar kebohongan. Tuhan bersama orang yang jujur, jadi tetap menjunjung kejujuran.
Gen: Masyarakat udah cerdas. Teknologi makin maju. Aplikasi dan alat bantu bejibun. Menutupi dengan kebohongan malah makin membuat masyarakat muak dan jijik, Pak.
Anggar: Nah, akhirnya ada yang ngangkat. Biar silop gak seenaknya bilang ini hoax, dan main ancam orang-orang yang ngebongkar skenarionya. Salut!
Andi: Salute buat Tirto. Sejatinya pers seperti ini. Hadir menguak fakta ketika fakta disembunyikan demi atas nama baik institusi. Jurnalis investigatif penting hadir di tengah situasi, di mana fakta disebut hoax, dan sebaliknya, hoax diklaim sebagai fakta.
Seperti yang pernah disampaikan oleh seorang filsuf, akademisi, dan intelektual publik Indonesia, Rocky Gerung:
“Rezim itu, kalau dia terus menerus mengendalikan kebenaran, artinya ada kebohongan yang hendak disembunyikan. Pembuat Hoax Terbaik adalah Penguasa!”.
[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Tewas Tertembak saat Demo, Ada Luka Tembak di Dada Mahasiswa Universitas Halu Oleo
[/su_box]
Polri Tangkap 7 Orang, dan Tetapkan 1 Tersangka
Berita belum selesai, kembali dilansir dari Merdeka, Kamis (3/10), Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo menyatakan, adanya upaya propaganda di media sosial menggunakan cara tersebut.
“Nah ini, jadi kita paham betul apa yang ada di media sosial itu. Karena sebagian besar adalah anonymous, narasi-narasi yang dibangun adalah narasi propaganda, tentunya dari direktorat Cyber Bareskrim sudah memprofiling,” jelasnya.
Direktorat Tindak Pidana Siber Mabes Polri menangkap tujuh orang terkait grup WhatsApp STM, yang viral di media sosial. Satu orang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kreator grup WhatsApp STM/SMK Bersatu, berinisial RO (17), MP (18) admin Grup WA STM-SMK se-Nusantara, WR (17) admin Grup WA SMK-STM se-Jabodetabek.
DH (17) admin Grup WA Jabodetabek Demokrasi, Muhamad Amir Muksin (29) admin Grup STM se-Jabodetabek, KS (16) admin Grup WA SMK-STM se-Jabodetabek.
Dan Dian Affandi (32) admin Grup WA SMK-STM. Penangkapan ini, menjadi cara polisi menepis segala tuduhan yang di-alamatkan pada korps Bhayangkara.
“Kami tangkap ini kreator maupun adminnya. Hal ini membuktikan bahwa tidak ada Polri mengkreasi seperti isu yang beredar,” kata Kasubdit II Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Rickynaldo Chairul.