Berita  

Wisata Halal: Saat Negara Lain Menerima, Mengapa di Indonesia Menolak?

Wisata Halal
Danau Toba Tidak Butuh Lebel Halal

Ngelmu.co – Ketika negara-negara di Eropa, yang mayoritas berpenduduk non-Muslim, mulai menerima dan memberi tempat untuk Wisata Halal, mengapa Indonesia justru menolaknya? Peristiwa ini berawal dari wacana Gubernur Sumatera Utara (Sumut), Edy Rahmayadi.

Mahasiswa Pencinta Danau Toba Menolak

Wisata Halal
Danau Toba Tidak Butuh Label Halal

Ia ingin menyajikan wisata halal di kawasan Danau Toba. Namun, justru mendapat beragam reaksi dari masyarakat, yang salah satunya berupa penolakan dari puluhan Mahasiswa Pencinta Danau Toba.

Aksi itu digelar di kantor Badan Otorita Pelaksana Danau Toba (BPODT) Jalan Patimura Medan.

Sembari membawa spanduk bertuliskan ‘Danau Toba Tidak Butuh Label Halal’, mereka menggelar aksi penolakan, dan mempertanyakan sikap dari BPODT.

Menurut mereka, alasan untuk menerapkan wisata halal, akan membuat masyarakat yang hidup berdampingan dengan damai, menjadi terusik.

“Kita mau klarifikasi sebenarnya. Bagaimana komitmennya, apa Pak Gubernur buta dengan kawasan Danau Toba dan kondisi sosial dan budayanya? Sehingga mencanangkan wisata halal itu?” kata koordinator Aksi, Rico Nainggolan, Senin (2/9).

Sebelumnya, Edy juga membahas tentang penertiban ternak babi. Hal itu yang kemudian dianggap akan sangat mengusik warga di kawasan Danau Toba.

“Kita sama-sama tahu, hewan tersebut sangat penting dalam adat masyarakat di sana,” sambungnya, seperti dilansir Detik.

Menurut mereka, Edy harusnya lebih fokus dengan upaya menjaga kelestarian Danau Toba, dari segala bentuk perusakan dan pencemaran.

“Kalau beliau mau, aksi-aksi perusakan Danau Toba oleh perusahaan-perusahaan yang ada di sana, di-investigasi. Jangan mengusik hal yang selama ini tidak pernah dipersoalkan di sana,” tegas Rico.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]

China Perintahkan Copot Logo Halal dari Restoran

UIN Yogya Loloskan Disertasi Bolehnya Hubungan Intim Tanpa Nikah

Surat Terbuka untuk Doktor yang Disertasinya Membolehkan Hubungan Intim Tanpa Nikah

[/su_box]

Selain berorasi, para Mahasiswa Pencinta Danau Toba juga menyanyikan lagu ‘O Tano Batak’, meniupkan seruling, hingga memainkan rampak Gondang Taganing khas Batak.

Bupati Samosir Tegas Menolak

Di sisi lain, sebagai gubernur, Edy ingin mengembangkan konsep wisata halal di Kawasan Danau Toba, termasuk melakukan penataan pemotongan babi, untuk mendukung kemajuan pariwisata KDT.

Namun, Bupati Samosir, Rapidin Simbolon juga menolak secara tegas rencana tersebut.

Rapidin, yang juga merupakan politisi PDI-P itu menegaskan, Samosir tidak akan pernah menerapkan wisata halal.

“Membaca beberapa postingan yang kami baca melalui WAG dan melalui WA jaringan pribadi, tentang wisata halal dan wisata syariah, Samosir tidak pernah menerapkan kebijakan wisata syariah dan wisata halal ini,” tuturnya, seperti dilansir Gesuri.

Menurut Rapidin, penolakan penerapan wisata halal dan wisata syariah di Kawasan Danau Toba, terutama di Kabupaten Samosir, merupakan sikap resmi dari jajaran pemerintahan yang dipimpin olehnya.

“Ini adalah keputusan pemerintah, dan sebagian besar rakyat Samosir yang ada di Bonapasogit dan yang ada di tanah rantau,” tegasnya.

Wisata halal yang di-wacanakan oleh Edy, kata Rapidin, tidak sesuai dengan paham kebangsaan Indonesia, ideologi, dan dasar negara yakni Pancasila, UUD 1945, serta Bhineka Tunggal Ika.

“Dan juga tidak sesuai dengan budaya dan adat istiadat yang dianut oleh masyarakat Samosir,” pungkasnya.

Penolakan juga Muncul dari Sihar Sitorus

Komentar serupa juga datang dari Sihar Sitorus, Legislatif DPR RI terpilih, dari Partai PDI-P, Dapil II Sumatera Utara.

Menurut Sihar, gagasan Edy bisa menjadi pemis dalam masyarakat, dan melanggar konsep Bhinneka Tunggal Ika.

“Wisata halal yang dicanangkan oleh pemerintah menciptakan pemisahan, segregasi antar-umat beragama, bahkan suku bangsa. Bukankah Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama?” kata Sihar, Sabtu (31/8).

“Namun, tetap satu di dalam Indonesia, sebagaimana konsep Bhinneka Tunggal Ika yang ditetapkan oleh para pendahulu negeri ini. Jika hal ini diterapkan, tentu akan menciptakan diskriminasi antar satu kelompok dengan kelompok yang lain,” sambungnya.

Menurut Sihar, Danau Toba sudah memiliki ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh tempat lain. Konsep halal, hanya akan mengganggu apa yang sudah ada dalam kehidupan masyarakat setempat.

Sebelumnya, Gubernur Bali Sudah Lebih Dulu Menolak

Jauh sebelum ini, di Februari 2019 lalu, Gubernur Bali, I Wayan Koster, juga menolak ide dari Sandiaga Salahuddin Uno saat berkampanye sebagai Cawapres, yang mengatakan ingin mengembangkan wisata halal di Pulau Dewata, jika terpilih.

Menurut Koster, Bali tak perlu mengembangkan wisata halal, karena hal itu disebut akan memperkecil dan mempersempit nilai wisata di Bali.

“Saya kira untuk Bali sudah ada branding-nya, sesuai dengan kearifan lokal Bali, karakter Bali yaitu pariwisata berbasis budaya,” ujar Koster di Denpasar, seperti dilansir Kumparan, Selasa (26/2).

“Saya kira enggak perlu lagi kami mengembangkan brand yang justru mempersempit dan mengecilkan branding yang sebelumnya sudah ada, sudah sangat cocok buat Bali, yaitu pariwisata budaya,” sambungnya.

[su_box title=”Baca Juga” style=”glass”]
Tolak Labuan Bajo Jadi Wisata Halal, Ini Alasan Mengejutkan Gubernur NTT Victor Laiskodat
[/su_box]

Politikus PDI-P itu, juga menilai lokasi pariwisata halal tidak perlu ada secara khusus di Bali. Karena menurutnya, tak pernah ada permasalahan halal atau tidak halal di Bali.

“Saya kita enggak perlu begitu (pariwisata halal di lokasi tertentu). Selama ini tanpa label halal ‘kan enggak ada masalah, ‘kan kita semua tahu,” pungkasnya.

Sedangkan, Pemprov Sumut telah meluruskan, jika wisata halal di Danau Toba, bukan untuk menghilangkan budaya yang ada, tetapi menyediakan fasilitas pendukung yang diperlukan oleh wisatawan Muslim.

Negara Luar yang Telah Menerapkan Konsep Wisata Halal

Pertanyaannya, mengapa Indonesia, negara mayoritas Muslim, justru ‘takut’ dengan label Wisata Halal, saat negara-negara di eropa sudah menyiapkan konsep tersebut dengan tangan terbuka?

Seperti lima kota terbaik di Eropa, dan tiga negara non-Muslim di Asia, yang justru menerapkan konsep Wisata Halal, untuk para wisatawan Muslim di negaranya berikut ini:

Wisata Halal di Austria (Wina)

Ibu kota Austria adalah salah satu kota terbesar di Eropa yang kaya budaya. Kota ini dianggap sebagai salah satu kota paling layak huni di dunia.

Wina miliki warisan musik klasik yang bertahan selama ratusan tahun, taman-taman yang indah, kebun binatang tertua di dunia, tempat-tempat belanja terbaik hingga masjid-masjid yang menawan.

Selain itu, Wina juga menawarkan beragam atraksi dan aktivitas untuk liburan seluruh anggota keluarga, terutama untuk para Muslim Traveler.

Soal wisata kuliner halal, Wina punya pilihan makanan halal yang lezat mulai dari santapan kasual hingga hidangan mewah.

Kamu bisa coba Turkish Oriental Food dan Daily Imbiss sebagai restoran halal yang wajib dicantumkan dalam rencana perjalanan kamu dan keluarga.

Wisata Halal di Belanda (Amsterdam)

Dengan perpaduan indah bangunan bersejarah dan arsitektur kontemporer, Amsterdam adalah kota terbaik untuk berjalan kaki, bersepeda, dan berperahu di sepanjang kanal.

Ibu kota Belanda, juga jadi rumah bagi komunitas Muslim, mengingat Islam adalah agama terbesar kedua di negara ini. Mencari tempat makan halal di Amsterdam? Sangat mudah.

Grillroom Shoarma dan Bazaar Amsterdam, akan menawarkan beragam pilihan makanan halal yang lezat.

Wisata Halal di Inggris (London)

London tidak hanya terkenal akan seni dan galerinya, tetapi juga situs-situs wisatanya yang bersejarah, misalnya Istana Buckingham dan Gedung Parlemen.

Dengan lebih dari 1 juta Muslim yang bermukim di London, kota ini bisa jadi merupakan kota paling ramah bagi umat Islam di Eropa.

Makanan halal dapat ditemukan, hampir di setiap sudut jalanan, yang berasal dari setiap bagian dunia Muslim, termasuk masakan Pakistan, India, Arab, juga Afrika.

Liman Restaurant yang terkenal dengan masakan Arabnya, Stax Diner di Carnaby Street yang menawarkan burger dan wafel halal ala Amerika, serta Pie Republic untuk mencoba versi halal dari pai Inggris yang tersohor itu.

Wisata Halal di Italia (Roma)

Ibu kota Italia, Roma, adalah kota yang terkenal dengan artefak kuno dan monumen bersejarah yang berusia berabad-abad. Traveler Muslim harus mengunjungi Roma setidaknya sekali seumur hidup.

Karena mulai dari Colosseum yang menakjubkan hingga The Roman Forum, dari Air Mancur Trevi hingga Museum Vatikan, terdapat arsitektur dan seni yang menawan di setiap tempat.

Roma juga menawarkan berbagai macam restoran halal, bahkan camilan lezat seperti gelato Italia yang terkenal, juga terjamin ke-halalannya, karena menggunakan bahan-bahan alami, Frigidarium untuk menikmati beragam rasa gelato.

Wisata Halal di Prancis (Paris)

Sebagai rumah bagi Menara Eiffel, Paris adalah lokasi yang sempurna untuk menghabiskan waktu liburan bersama keluarga atau teman. Ada begitu banyak hal untuk dilihat, dinikmati, dan dicicipi.

Menjelajahi jalan-jalan yang menawan, mengunjungi Museum Louvre atau Sacre-Ceour Basilica yang terkenal dengan arsitekturnya yang memukau, dan menemukan kue-kue pastri enak, bisa jadi pilihan buat traveler Muslim.

Apalagi, Paris juga memiliki komunitas Muslim yang mapan, sehingga tak heran jika kota ini menawarkan lebih dari 100 restoran halal. Mulai dari hidangan mewah, hingga take away sederhana.

Dua restoran halal yang sangat ramah dan patut dikunjungi adalah Kashmir House yang menyajikan masakan Pakistan yang lezat, dan Sizin untuk mencicipi hidangan Turki.

Wisata Halal di Hong Kong

Dengan jumlah penduduk Muslim yang hanya 150.000 ribu jiwa dari total keseluruhan penduduk 6.880.000 jiwa, pemerintah Hong Kong, tetap menerapkan konsep wisata yang dapat diterima umat Islam.

Mereka mulai banyak menyediakan restoran halal untuk wisatawan Muslim.

Hong Kong Tourism Board melihat peluang dari wisatawan Muslim, khususnya di Asia Tenggara. Di 2017 saja, tercatat sekitar 500 ribu wisatawan Indonesia, yang datang ke Hongkong.

Maka, untuk menarik lebih banyak lagi wisatawan, Hong Kong pun memperbanyak fasilitas ibadah di tempat-tempat umum, serta memberikan lebih banyak pilihan makanan yang terjamin ke-halalannya.

Wisata Halal di Jepang

Wisata Halal

Selama sepuluh tahun terakhir, pemerintah Jepang telah menyadari betapa penting dan berharganya kehadiran wisatawan Muslim yang jumlahnya bisa mencapai 200 juta dari seluruh dunia, di tahun 2022.

Berdasarkan data dari Organisasi Pariwisata Nasional Jepang (Japan National Tourism Organisation/JNTO), tahun 2016, terdapat hampir 271 ribu turis Indonesia yang datang ke sana. Jumlah tersebut jelas meningkat dari tahun 2009, yang hanya 63 ribu.

Itu sebabnya pemerintah Jepang serius mengembangkan program wisata halal di negaranya, dengan menyediakan berbagai fasilitas wisatawan Muslim seperti, makanan dan minuman halal, tempat sholat, oleh-oleh halal, dan berbagai wisata menarik lainnya.

Wisata Halal di Korea Selatan

Wisata Halal

Meski Muslim merupakan minoritas di negara ini (0,2 persen dari total penduduk), tetapi Korea Selatan serius mengembangkan wisata halal.

Organisasi Wisata Seoul membuat video promosi secara khusus, restoran ramah Muslim di sekitar ibu kota. Selain itu, mereka juga menggencarkan sertifikasi halal di kalangan pelaku usaha restoran dan memperbanyak mushala.

Program penerapan konsep wisata untuk umat Muslim itu pun berhasil, karena dari tahun ke tahun, jumlah wisatawan Muslim terus meningkat.

Organisasi Pariwisata Korsel (KTO) pun memprediksi, jumlah wisatawan Muslim yang berasal dari Malaysia, Indonesia, Turki, Arab Saudi, dan Qatar, akan terus meningkat.

Mengapa Indonesia menolak konsep Wisata Halal, saat delapan negara luar yang menjadi contoh di atas, tidak keberatan menerapkannya?