Kalau anak anak sudah suka dan cinta, mereka akan sangat menikmati aktivitasnya.
Setiap tantangan selalu dihadapi dengan senyum yang lebar, penuh semangat dan antusias. Baginya, tak ada lagi sekat ruang dan waktu.
Sebaliknya, tanpa cinta, sekolah terasa berat, target target pelajaran menjadi momok yang menakutkan.
Dalam kegiatan menghafal Al-Qur’an, asal anak sudah menikmatinya dan terbentuk pola hidupnya, maka semua aktivitas produktif akan jalan berjalan dengan sendirinya.
Itulah mengapa ada anak yang berhasil hafal Al-Qur’an, padahal bapak ibu atau guru gurunya tidak hafiz. Dan ada pula yang sebaliknya.
Sebab pada yang pertama, ia fokus dan menikmatinya, sementara pada yang kedua mungkin belum hadir cinta di hatinya.
Memarahi anak karena tidak hafal?
Justru akan semakin menjauhkannya dari rasa menikmati proses belajarnya, selama belum tampak cinta dalam jiwanya.
Sentuhan hati, dukungan yang kuat, dan pendampingan yang melekat, menjadi bagian penting dalam proses ini.
Termasuk menghadirkan kondisi, kebiasaan, lingkungan, dan pola hidup yang mendukung ia untuk menghafal.
Nah, di sinilah masalahnya; pembimbingan itu memerlukan waktu lama, proses pendampingan itu perlu kesabaran yang tinggi dalam jangka panjang.
Maka perlu ada energi yang bisa menggerakkan hati. Itulah energi cinta. Dari guru, anak, dan juga orang tua.
Maka, wahai orang tua, ini semata mata bukan persoalan materialistik yang bisa diukur dengan uang; seberapa besar engkau engkau membayar, sebesar itu pula kesuksesan anakmu.
Sehingga engkau bisa berkata, “Sudah bayar mahal-mahal, kok anakku tidak hafal?”
Bukan…!
Bukan pula seberapa hebat metode menghafal Al-Qur’an yang digunakan, lengkap dengan temuan temuan modern, sesuai dengan konsep pembelajaran terbaru…
Sehingga engkau bisa berucap, “Sistem dan metodenya payah”
Sekali lagi, Bukan…!
Ini soal cinta yang tumbuh; apakah ia indah merekah, ataukah layu dan tak berkembang.
Anak hafal Al-Qur’an adalah proyek besar bersama antara guru dan orang tua.
Maka penting sekali adanya komunikasi dan sinergi untuk menghadirkan kenyamanan dan kebahagiaan di hati anak. Sehingga mereka bisa menikmati proses menghafal yang tidak sebentar ini.
Sembari terus mendekatkan diri kepada Dzat Maha cinta, yang menggenggam hati dan menebarkan cinta di hati para makhlukNya.
Kepadamu, wahai para guru, kami titipkan anak-anak kami. Bukan melarikan diri dari tanggungjawab, tapi karena kemampuan kami yang terbatas.
Terima kasih engkau sudah berkenan menerima amanah ini.
Mohon bimbinglah ia dengan cinta, dan ajarkan kepadanya bagaimana ia mencintai Kalamullah sebagaimana engkau mencintainya.
Dan kami berjanji akan terus menghadirkan namamu dalam doa-doa kami.
Umarulfaruq Abu Bakar