Ngelmu.co – Situasi di Yerussalem semakin memanas sejak pengakuan sepihak dan sewenang-wenang dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menjadikan Yerusalem ibukota negara Israel. Pengakuan Trump tersebut menimbulkan reaksi dari negara-negara di dunia yang mengecam klaim Trump tersebut.
Perwakilan Mesir di Dewan Keamanan (DK) PBB mengajukan rancangan resolusi terkait status Kota Yerusalem. Rancangan resolusi itu dikeluarkan untuk menanggapi klaim dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang ingin memindahkan kantor kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Resolusi yang diajukan Mesir itu bertujuan untuk menegaskan status Yerusalem tetap sebagai kota suci yang karakternya tidak boleh berubah. Kabar Mesir akan mengajukan rancangan resolusi dari Mesir sudah mencuat pada Senin dini hari waktu Indonesia. Namun, secara formal baru diajukan dalam sidang DK PBB pada Selasa dini hari waktu Indonesia.
Saat dibawa ke sidang DK PBB, mayoritas negara anggotanya menyatakan setuju dengan usulan resolusi yang diajukan Mesir. Hanya ada satu negara yang tidak setuju, yaitu Amerika Serikat.
Sebagai anggota tetap DK PBB, keputusan Amerika Serikat punya peran penting dalam lembaga tersebut. Pasalnya, Negeri Paman Sam bersama China, Prancis, Inggris, dan Rusia memiliki hak veto.
Menurut Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, AS berhak menentukan akan ditaruh di mana kedutaan besar mereka. Karena hal tersebut terlkait dengan kedaulatan Amerika sendiri.
“Veto ini dilakukan untuk mempertahankan kedaulatan Amerika dan peran Amerika dalam proses perdamaian Timur Tengah,” kata Haley.
Resolusi yang diajukan Mesir ke DK PBB tersebut menjadi tidak berguna atau tidak bisa dipakai dikarenakan hak veto yang dilakukan oleh Amerika.
Lantas apa itu hak veto? mengapa hanya lima negara anggota tetap DK PBB yang memilikinya? Dan mengapa negara tertentu bisa memveto?
Kata veto berasal dari bahasa Latin yang berarti ‘saya membatalkan’. Dalam konteks diplomasi, hak veto dapat diartikan sebagai kewenangan untuk menganulir atau membatalkan rencana kebijakan secara unilateral atau sepihak.
Kewenangan ini tertuang dalam Piagam PBB yang ditandatangani seluruh negara anggotanya. Dalam PBB, hak veto hanya dapat digunakan dalam Dewan Keamanan (DK).
Sejak PBB mulai berdiri pada 1945, hanya lima negara tersebut yang memiliki kewenangan memveto rancangan resolusi. Kelima negara yang mendapat keistimewaan itu adalah pemenang Perang Dunia II.